Cerita

Pernikahan Dewa Sungai

Untuk menghindari suatu negara jatuh kedalam kekacauan, hukuman berat diadakan. Di sebuah negara yang sudah lama dalam keadaan kacau, pertimbangan – pertimbangan lunak seharusnya diterapkan untuk memberi kesempatan kepada rakyat.

Ximen bao diangkat menjadi gubenur Ye, di negara bagian Wei ( sekarang ini terletak di bagian utara propinsi Henan ).

Setibanya di pos, dia mengadakan rapat dengan para sesepuh dari kota tersebut dan bertanya mengenai kehidupan mereka. Mereka memberitahukannya bahwa pernikahan Dewa Sungai merupakan sumber dari kesengsaraan mereka.

Negeri Ye sering tertimpa banjir yang disebabkan oleh sungai Zhan. Menurut tukang sihir setempat, kejadian itu merupakan perbuatan dari Dewa Sungai. Jika seorang gadis dipersembahkan kepadanya setiap tahun, banjir mungkin tidak akan terjadi. Maka setiap tahun, tukang sihir berkeliling dan mengunjungi setiap rumah di kota itu. Jika mereka melihat seorang gadis yang rupawan, mereka kemudian menunjuk gadis itu untuk menjadi istri Dewa Sungai. Setiap tahun petugas setempat akan mengumpulkan beberapa ribu ons perak dari orang – orang di negara tersebut untuk mengadakan pernikahan. Diyakini bahwa, sebagai peraturan, mereka menghabiskan sekitar dua atau tiga ratus ons untuk pernikahan tetapi menyimpan sisanya untuk mereka sendiri. Gadis -gadis dari keluarga kaya tidak akan dikorbankan jika orang tua mereka menyumbang sejumlah uang. Keluarga yang tidak sanggup untuk membayar haruslah menyerahkan anak perempuan yang telah terpilih oleh para tukang sihir.

Sebelum pernikahan, pengantin wanita harus dimandikan, diberi pakaian gaun sutra dan harus tinggal di ranjang pengantin yang telah dibangun secara khusus di tepi sungai dan berpuasa selama beberapa hari sebelum dipersembahkan kepada Dewa Sungai. Pada hari pernikahan, ranjang pengantin ditenggelamkan ke dalam sungai bersama – sama dengan mas kawin. Gadis itu kemudian bergabung dengan Dewa Sungai di bawah sana.

Kegiatan ini sudah berlangsung selama beberapa tahun. Penduduk setempat menjadi ketakutan. Banyak keluarga yang mempunyai anak gadis terpaksa harus meninggalkan kota itu, sehingga kota itu menjadi semakin suram.

Ximen Bao memutuskan untuk pergi dan melihat ketika pernikahan berikutnya diadakan.

Pernikahan berikutnya dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Upacara dihadiri oleh seluruh pejabat setempat dan tukang sihir. Ribuan orang di sekitar tempat itu datang untuk melihat upacara itu. Ketuanya adalah seorang wanita berumur tujuh puluh tahun yang didampingi oleh selusin penyihir muda.

Ximen Bao yang hadir meminta supaya pengantin dibawa kehadapannya. Kemudian dia melihat sekilas.

“Saya pikir dia tidak cukup cantik,” katanya kepada kepala tukang sihir. “Dapatkah kamu pergi dan memberitahu Dewa Sungai bahwa seseorang yang lebih cantik akan segera terpilih dan pernikahan akan ditunda sampai keesokan hariny?”

Dia memberi tanda kepada pengawalnya untuk membuang penyihir tua itu kedalam sungai.

Para penonton menjadi terkejut.

Setelah beberapa saat, Ximen Bao berkata; “Orang tua itu akan pergi untuk sementara waktu. Kita tidak dapat menunggunya seharian. Lebih baik menyuruh seseorang yang lain untuk menyusulnya.”

Dia memerintahkan penjaganya untuk melempar satu lagi dari tukang sihir muda kedalam sungai. Tukang sihir itu mulai memberontak dan berteriak. Tetapi gubenur mengabaikannya.

Beberapa saat setelah dia dilempar kedalam sungai, gubenur memerintahkan agar tukang sihir ketiga dilemparkan ke dalam sungai.

“Dia terlalu lamban. Kita harus mengirim seseorang yang lain untuk mencari tahu mengapa mereka sangat lama.” Gubenur itu menjadi tidak sabar.

Setelah empat wanita penyihir dilemparkan, Ximen Bao berkata; “Mungkin para wanita itu tidak melakukan tugasnya dengan baik di bawah sana. Kita harus mengirim seorang pria.”

Dia berpaling kepada pejabat lokal yang sedang berdiri.

Seorang pejabat yang bekerja sama dengan wanita – wanita penyihir tersebut dilemparkan ke dalam sungai oleh pengawal – pengawal Gubenur tanpa menghiraukan protesnya. Gubenur berdiri di samping sungai selama beberapa saat, kelihatan sedih.

“Tidak seorangpun dari mereka kembali. Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanyanya kepada para pejabat.

Mereka semua berlutut dan memohon ampun. Beberapa dari mereka kowtow ( memberi hormat sampai kepala menyentuh tanah ) berkali – kali sampai dahinya berdarah.

“Baiklah. Hari ini cukup sekian,” umum Ximen Bao pada akhirnya. “Kita akan menunggu sampai kita mendengar kabar dari Dewa Sungai.”

Sejak peristiwa itu, tidak ada pernikahan Dewa Sungai lagi.

Ximen Bao memerintahkan penduduk setempat untuk menggali dua belas kanal irigasi untuk mengalihkan banjir sehingga tidak akan ada banjir lagi. Hasilnya, semua ladang tercukupi airnya, meskipun beberapa orang memprotes kerja keras dari proyek itu.

Ximen Bao berkata; “Orang lebih memilih hidup yang mudah dan tidak mau bekerja keras. Jika mau mencoba untuk mendapatkan persetujuan mereka untuk setiap hal, maka tidak akan ada yang terselesaikan. Kadang – kadang kamu harus memberitahu mereka apa yang harus dilakukan. Sekarang ini, mereka memprotes karena saya memperkerjakan mereka terlalu keras, tapi generasi yang akan datang akan berterima kasih atas apa yang telah saya lakukan.”

KOMENTAR : Membiarkan seseorang mencicipi obatnya sendiri kadang kala merupakan obat yang terbaik bagi penyakitnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *